Pada awalnya, partai politik di Indonesia tidak difungsikan
sebagai “mesin politik” untuk merebut kekuasaan sebagaimana tujuan pembentukan
partai modern. Tiga Serangkai pendiri partai pertama di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkoesoemo, merancang “De Indische Partij” (the Indonesia Party) pada 25 Desember 1912
sebagai alat menentang penjajahan.
Saat ini, partai Indonesia sepenuhnya menganut fungsi modern
sebuah partai sebagaimana dijelaskan Thomas Meyer, yaitu untuk mengagregasikan
kepentingan masyarakat, mengarahkannya pada kepentingan bersama, dan
merancangnya dalam bentuk legislasi dan kebijakan, sehingga menjadi sebuah
agenda yang bisa mendapatkan dukungan rakyat di saat pemilihan umum. Fungsi modern partai itu baru terimplementasi
pada Pemilihan Umum (Pemilu) Pertama 1955.
Partai-partai perjuangan mengalihkan “hasrat memerdekakan”
bangsanya menjadi hasrat merebut kursi lembaga legislatif melalui Pemilu 1955. Sejak saat itu, berlahan dan pasti,
partai-partai berideologi perjuangan ditinggalkan dan dilupakan serta sulit
untuk dihidupkan kembali. Partai-partai besar di Indonesia saat ini tidak
sepenuhnya memiliki kesamaan visi dan misi ideologis dengan partai lama,
kecuali soal kemiripan nama dan lambang.
Partai tertentu bahkan “menjual” organisasinya dengan melalui
“trah kebangsawanan” yang dimiliki individu tertentu. Partai lain menggunakan
kekuatan modal sebagai prinsip utama mengelola organisasi. Sementara itu,
partai berbeda memanfaatkan agama sebagai daya magis menarik simpati pemilih
sebanyak-banyaknya. Meskipun berada pada era modern, partai-partai di Indonesia
masih menjalankan organisasinya dengan cara-cara terbelakang.
Partai-partai tersebut tidak memiliki mekanisme demokrasi internal
partai yang kuat dan mampu menghasilkan regenerasi kader agar partai terus
berjalan. Ketergantungan kepada sosok, modal, dan agama, telah menyebabkan
partai dikelola individu atau kelompok tertentu saja.
Dominasi sosok, modal, dan agama, juga kental memengaruhi
partai-partai pada era Orde Baru hingga reformasi. Kegagalan partai Indonesia untuk lepas dari sosok, modal, dan
agama, disebabkan kegagalan memahami fungsi partai dalam sistem presidensial
dan ketidakmampuan berdemokrasi dalam internal partai dengan baik. Partai masih
berpandangan bahwa ketua umum partai adalah kader terpenting yang paling tepat
untuk dicalonkan sebagai Presiden. Padahal cara pandang itu lebih menyerupai
cara pandang partai-partai dalam sistem parlementer. Ketua partai pemenang
Pemilu dengan sendirinya akan memimpin pemerintahan. Padahal semestinya partai
dalam sistem presidensiil tidak meletakan ketua umum partai sebagai figur utama
untuk menjadi presiden. Ketua umum bertugas menjalankan organisasi
sebaik-baiknya agar terbuka kesempatan bagi kader terbaik partai untuk
mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden atau anggota lembaga
legislatif.
Yogyakarta, kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara resmi menggelar Launching Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu di Ruang Seminar Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Kamis (1/10). Peluncuran Program S2 Tata Kelola Pemillu tersebut ditandai dengan pemberian kuliah umum perdana oleh Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik yang memberikan materi Penguatan Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia. Dalam sambutannya, Husni mengapresiasi semua pihak yang telah berjibaku hingga program Beasiswa S2 tata Kelola Pemilu ini dapat diluncurkan. Husni juga memberikan apresiasi kepada civitas akademik di UGM yang secara antusias memadati ruang seminar untuk menyaksikan kuliah umum. Husni berharap, program beasiswa ini dapat memperbaiki kualitas pemilu ke depan, karena adanya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) didalamnya. Husni juga menjelaskan bahwa program beasiswa ini merupakan terobosan prestius karena tidak ada satu negara lain pun di dunia yang membuka pembelajaran tata kelola pemilu langsung di banyak universitas. Selain disaksikan oleh civitas akademik dari UGM, Peluncuran dan kuliah umum dari Ketua KPU tersebut, juga disaksikan oleh peserta mata kuliah Tata Kelola Pemilu di 9 (Sembilan) Universitas Negeri di Indonesia. Para peserta mata program beasiswa di uniiversitas lain menyaksikan kuliah umum melalui livestreaming dan tetap dapat berinteraksi pada sesi Tanya jawab melalui telepon. Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu telah dirintis sejak tahun 2013, dengan dibentuknya Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu untuk berdiskusi dan menyusun kurikulum perkuliahan. Konsorsium tersebut melibakan akademisi dari 10 (sepuluh) Universitas di Indonesia yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah mada, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Lampung, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Nusa Cendana dan Universitas Cenderawasih. Kini Program Beasiswa S2 Tata Kelola Pemilu ini telah dibuka di 9 (Sembilan) Universitas di Indonesia dengan peserta terdiri dari 70 mahasiswa dari KPU dan 10 mahasiswa dari Bawaslu. Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Penelitian UGM, Muhammad Najib Azka, menyambut baik program beasiswa tata kelola pemilu ini. Najib menjelaskan bahwa program ini dapat dilihat sebagai salah satu kontribusi Indonesia bagi Perkembangan Demokrasi Global. Najib menjelaskan, hal tersebut dikarenakan sebagai negara yang dalam proses transisi demokrasi, pelaksanaan Pemilu di Indonesia tergolong baik dibanding pelaksanaan di negara-negara lain.
Jakarta, kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar rapat dengan 7 (Tujuh) lembaga untuk membahas kerjasama dan pengembangan program beasiswa S-2 Konsentrasi Tata Kelola Pemilu di ruang sidang utama KPU, Jakarta, Selasa (17/11). Ke tujuh lembaga yang hadir antara lain perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Informasi dan Komunikasi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Departemen of Foreign Affairs and Trade Australia Government, IFES, The Asian Foundation, serta 9 (Sembilan) Universitas yang sebelumnya telah bekerja sama dengan KPU.
Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Bawaslu RI bersama 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia melaksanakan kerjasama di bidang pengembangan dan penguatan sumber daya manusia yaitu dengan membuka program studi stata dua (S-2) bidang Tata Kelola Pemilu, Rabu, (1/4). Program studi ini merupakan yang pertama di Indonesia dan akan mulai dibuka pada tahun ini. 10 (sepuluh) PTN itu diantaranya Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Andalas Padang, Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Lampung, Universitas Nusa Cendana Kupang, Universitas Cendrawasih Jayapura, Universitas Padjajaran Bandung dan Universitas Hasanuddin Makassar. Sementara Universitas Diponegoro yang sedianya ikut menandatangani Nota kesepahaman dengan Bawaslu RI tidak dapat hadir. Berdasarkan evaluasi dan analisis dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, Bawaslu menemukan kelemahan-kelemahan yang salah satu sumbernya berasal dari ketidaksiapan aparat penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu bersama KPU yang sudah lebih dulu membangun kesepahaman ini, melihat pentingnya penyiapan tenaga penyelenggara Pemilu sedini mungkin. “Supaya mereka yang ditugaskan mengemban amanah sebagai penyelenggara itu benar benar siap, professional, dan mampu mengindahkan nilai integritas dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu", papar Ketua Bawaslu RI, Prof. Dr. Muhammad saat menjawab pertanyaan para wartawan pasca penandatanganan Nota Kesepahaman di kantor Bawaslu RI. Guru besar ilmu politik Universitas Hasanuddin Makassar ini menyatakan bahwa Bawaslu tidak mau kesalahan atau kelemahan yang bersumber dari ketidaksiapan penyelenggara itu terjadi lagi. Oleh karena itu dengan adanya kerjasama program pendidikan ini, Bawaslu optimis bahwa nanti mereka yang dipersiapkan untuk menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu itu bisa lebih profesional dan lebih siap. Sehingga kualitas penyelenggara Pemilu di Indonesia menjadi lebih baik. Ia menjelaskan bahwa istilah penyelenggara dalam pengertian KPU dan Bawaslu itu bukan hanya komisioner, tapi juga jajaran Sekretariat Jenderal yang justru harusnya punya pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana melakukan dukungan terhadap pelaksanaan Pemilu. Sehingga para staf yang nanti akan ditugaskan dalam program pendidikan ini benar-benar mereka yang disiapkan untuk dapat memberikan support kepada komisioner dalam menjalankan tugas sebagaimana yang diharapkan. Peserta program pendidikan strata dua (S2) tata kelola Pemilu ini untuk tahap awal rencananya akan dibuka hanya untuk penyelenggara Pemilu sebagai prioritas, baik dari segi backup sarana dan prasarana termasuk anggaran untuk staf Bawaslu dulu. Selanjutnya peluang juga tetap akan dibuka bagi masyarakat umum. Muhammad menambahkan bahwa nantinya peserta program S2 tersebut boleh saja untuk orang per orang, masyarakat atau kelompok yang tertarik dengan persoalan kepemiluan kita, punya kepedulian dan mau berkorban secara materi untuk mendaftar sebagai peserta pendidikan. Diharapkan supaya program ini meluas dan masyarakat bisa terlibat. Pasca pertemuan kerjasama ini, akan ada pertemuan teknis antara konsorsium perguruan tinggi dan Bawaslu guna mengatur berapa beban kredit dan berapa lama program studi tersebut yang standar. Sehingga ketika peserta program pendidikan itu lulus benar-benar sudah qualified untuk menjadi seorang penyelenggara Pemilu. Ia juga menyampaikan bahwa Bawaslu sudah membangun komunikasi informal dengan menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (MENRISETDIKTI), Muhammad Nasir terkait program pendidikan dimaksud. Pasca pertemuan ini, Bawaslu akan melaporkan kembali sehingga naungan DIKTI-nya itu tidak keluar dari ketentuan sebagaimana yang menjadi kebijakan pemerintah. “Jadi ini bukan pendidikan yang tidak diketahui oleh pemerintah, ini punya naungan sesuai yang ada di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi”, tandasnya.
DEKLARASI PEMILIH PEMULA
Jayapura, Center for Election and Political Party (CEPP) Fakultas Ilmu Social dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, bekerjasama dengan Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia melaksanakan kegiatan Rock The Vote. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penguatan demokrasi di tingkat lokal, dengan menempatkan pemilih pemula sebagai target. Kegiatan ini diikuti oleh siswa/siswi SMA/SMK/Madrasah se-Kota Jayapura, Kabupaten Keroom dan Kabupaten Jayapura. Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Dirjen Kesbangpol Kemendagri RI, Drs. Sunaryo, M.Si., yang membuka kegiatan tersebut. Direktur CEPP FISIP UI, Reni Suwarso, P.hD. Kesbangpol Provinsi Papua dan PTS se-Kota dan Kabupaten Jayapura. Kegiatan yang didanai sepenuhnya oleh Dirjen Kesbangpol Kemendagri RI ini dilaksanakan pada hari Rabu, 05 Maret 2014 di kampus FISIP Universitas Cenderawasih, Papua. Akhir dari kegiatan ini, siswa/siswi melakukan Deklarasi sebagai bentuk pernyataan mereka untuk menolak Golput diatas spanduk berukuran 3x3 cm.
MENINGKATKAN PARTISIPASI PEMILIH MUDA DI INDONESIA
FGD, meningkatkan partisipasi pemilih muda. Kerjasama Kesbangpol Depdagri RI, dan CEPP uni-link. tanggal 27-29 September 2013 di hotel Arya duta Makassar.
Reni Suarso, P.hD (direktur CEPP UI); Edward Kocu, SIP.M.Si (direktur CEPP Uncen)
PEMILIHAN DEKAN FISIP UNCEN PERIODE 2013-2017
Setelah Dilakukan Ferivikasi Berkas Bakal Calon Oleh Panitia Pemilihan Dekan FISIP UNCEN Maka Mereka yang dinyatakan Memenuhi syarat Sebagai Calon Dekan FSISIP UNCEN Periode 2013-2017 adalah :
Penyampian VISI & MISI oleh Calon Dekan FISIP UNCEN periode 2013-2017
dI Aula FISIP UNCEN tertangga 30 juli 2013
Ppemilihan Dekan FISIP UNCEN Periode 2013-2017 oleh Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih
Hasil Perolehan Suara Calon Dekan FISIP UNCEN Periode 2013-2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar